Selasa, 02 September 2008

UPAYA MENGGALI KEBUDAYAAN SUKU SAWANG YANG HAMPIR PUNAH / Efforts to explore Sawang tribe culture that near extinction

Oleh: Siti Aminah

Modern bukanlah harus meninggalkan adat dan budaya komunitasnya.

Berbicara masalah budaya memanglah tidak akan pernah selesai. Kalau diikuti dengan perkembangan zaman pada abad ke 21 ini sungguh sangat mengkhawatirkan, karena generasi muda yang akan meneruskan dan memelihara budaya daerahnya lebih cenderung mengadopsi budaya dari daerah lain bahkan negara lain, disatu sisi hal ini pun terjadi dengan komunitas yang ada
di Kabupaten Belitung. Di Kabupaten Belitung ada sekelompok orang yaitu satu komunitas adat “Suku Sawang” yang saat ini budayanya sudah hampir tenggelam karena perjalanan waktu, katakanlah mereka tidak memahami dengan baik tentang kebudayaan sukunya sendiri, bahkan gaya hidupnyapun sudah mereka tinggalkan. Hal ini sungguh sangat memprihatinkan.

Mencermati perkembangannya timbul rasa kehilangan yaitu hilangnya satu adat istiadat yang sudah biasa dijalankan dan dimengerti oleh sebagian turun temurun masyarakatnya yang masih ada, walaupun harus berperang melawan gejolak ketidakpedulian, mereka sudah ingin menjadi insan modern. Seperti halnya bahasa suku, temurun dari suku Sawang yang asli hampir 90% dari yang masih ada mereka tidak lagi menggunakan bahasa aslinya, sebagian dari mereka merasa malu dan terhina apabila harus berbicara dengan menggunakan bahasa sukunya, belum lagi adat dan kebiasaan lainnya yang memang sudah hampir ditinggalkan oleh mereka.

Untuk menyikapi hal itu, munculah satu ide dan keamanan keras demi tetap mempertahankan, baik itu bahasa, adat istiadat
dan cara hidup suku Sawang, yang dimulai dengan bahasa sehari-harinya dengan ketika bertegur sapa dengan mereka sesama suku maka yang digunakan adalah bahasa asli suku tersebut dan kaum intelektual suku itupun tidak segan-segannya mengikuti cara hidup dan pola kerja mereka seperti pergi melaut, membuat gagasan untuk pelaksanaan upacara adat bahkan membantu mereka di segi materinya, hal ini dilakukan untuk menarik minat mereka agar terbuka nuansa berpikirnya dan menanamkan konsep bahwa modern itu bukanlah harus meninggalkan adat dan budaya komunitasnya.

By: Siti Aminah

Modern doesn’t mean leaving custom, tradition and community culture.
Talking about culture, it never finished. If we follow the time changes in 21st century, it is apprehensive to watch young generation who should continue and preserve their local culture, tend to adopt other cultures from other places, even from other countries. In one side this phenomenon had already happens in Belitung Regency Community. In Belitung Regency, there is a traditional community namely Sawang Tribe which culture is almost sink because of times. They don’t understand well about their very own tribe, moreover they have left their original lifestyle. It’s quite terrible.
Observing the development carefully, it reveals lost sense; the lost custom and traditions which is used to be conducted and understood by generation to generation. Although they have to fight against ignorant flare, they have wanted to be modern. Almost 90% Sawang community don’t use their native language no more because they feel embarrassed and contemptible if they talk in their ancestor’s language, not to mention all of the custom and tradition that they were eager to leave behind.
To overcome the tendency above, revealed the idea to preserve language, lifestyle, custom and tradition of Sawang by starting to use Sawang native language in their tribe’s daily life as compulsory. The scholar ones also should follow Sawang original lifestyle and working system such as go to sea, carrying out custom ceremony and help Sawang community to improved their economy. It should be done to open their mind that modern doesn’t mean leaving custom, traditions and community culture.

Tidak ada komentar: